Senin, 18 April 2011

Membangun Tradisi Apresiasi:


Ada hal menarik yang disampaikan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum saat memberikan orasi budaya pada malam penghargaan Man of The Year 2010 yang digelar Website Rakyat Merdeka On Line (RMOL) di Jakarta Media Centre, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, akhir Januari 2011.
Saat itu, Anas yang memenangkan kategori The Guard of Integritymenyatakan, penghargaan yang diberikan RMOL merupakan apresiasi membangun budaya bangsa. Apresiasi dalam konteks kebudayaan dan peradaban adalah hal penting karena berbasis pada rasa hormat dan menghargai prestasi.
Lebih jauh Anas menyatakan, budaya apreasiasi di kalangan bangsa Indonesia masih sangat kurang. Padahal apresiasi bisa membangun energi kultural bagi sebuah bangsa hingga menumbuhkembangkan prestasi di berbagai bidang kehidupan.
Jika menyimak prestasi pemerintahan di bawah kendali Presiden Doktor Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bangsa besar ini sesungguhnya memang perlu membangun tradisi apresiasi. Membangun kebudayaan untuk memberikan penghargaan dan salut bagi sebuah prestasi.
Dunia nyata-nyata memberikan pengakuan bahwa Presiden SBY mampu membawa Indonesia menjadi satu kekuatan ekonomi baru. Bahkan berbagai lembaga riset terkemuka memperkirakan Indonesia segera menjadi macan ekonomi dunia baru. Wold Economic Forum menaikkan peringkat daya saing Indonesia untuk tahun 2010-2011 menjadi 44 dari peringkat 54 pada periode sebelumnya.
The Economist edisi Desember 2010 juga menyatakan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru, new emerging economy. Tidak heran bila Majalah politik Foreign Policy memprediksi Indonesia segera menjadi superpower demokrasi dunia (World’s Democratic Superpower) hanya dalam beberapa tahun ke depan.
Dari sisi penegakan hukum dan keamanan, Indonesia juga memperoleh pengakuan dunia. Hampir seluruh negara yang menjadi anggota PBB mengakui kesuksesan Indonesia memberantas terorisme yang menjadi musuh peradaban dan berusaha sungguh-sungguh memberantas korupsi. Di masa kepemimpinan SBY-lah para gembong teroris tumbang satu demi satu. Mulai dari Dr Azhari hingga Noordin M Top. Mundur jauh ke belakang, kinerja positif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang harum itu pun sesungguhnya mulai bekerja ketika SBY menjadi presiden.
Komitmen menegakkan demokrasi jangan ditanya. SBY jelas presiden yang tak sedikit pun berusaha memasung kebebasan berekspresi, berbicara, dan berserikat. Bahkan lantaran ketegasannya menghormati demokrasi itu ia kerap dianggap “tidak tegas”.
Sebaliknya, Pemerintahan SBY pun tidak pernah berusaha membantah bahwa bangsa ini sesungguhnya masih harus bekerja keras. Pemerintahan SBY pun mengakui pertumbuhan ekonomi yang mencapai lebih 6 persen per tahun belum dinikmati secara merata.
Paparan sangat ringkas di atas sekadar menunjukkan betapa banyak kerja dan prestasi yang dihasilkan, tetapi betapa minim penghargaan yang diperoleh. Lihatlah, pemberitaan berbagai media massa yang nyaris tak pernah memuji peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi asik membahas belum meratanya kesejahteraan. Lihatlah pemberitaan yang sibuk mengejek data masyarakat miskin dan hampir miskin yang dilansir Badan Pusat Statistik sebagai sebuah kebohongan dan cara pemerintah menutupi kemiskinan. Seolah “hampir” dan “masih” adalah kata atau diksi yang sama.
Anas Urbaningrum mengatakan, sebuah bangsa membutuhkan rasa saling percaya jika ingin membangun. Tidak pernah ada sebuah sistem yang mampu membangun peradaban tanpa rasa percaya. Bahkan ikatan persaudaraan yang penting bagi sebuah bangsa pasti berantakan tanpa adanya rasa percaya.
Kalimat bijak itu sesungguhnya bisa dimaknai agar bangsa ini percaya bahwa para pemimpin sedang bersungguh- sungguh meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kalimat di atas juga mestinya mampu membangun optimisme bahwa bangsa ini bergerak kian maju dari hari ke hari.
Membangun tradisi apresiasi adalah sebuah keharusan. Sebuah syarat utama agar bangsa besar ini makin ber- prestasi. (didik l. pambudi/PD)